Pahlawan Melayu Riau yang Terlupakan
CEKAU.COM-Tokoh
Pahlawan Melayu Riau, sebenarnya banyak. Hanya sudah banyak dilupakan hingga
sampai pada generasi millenium saat ini. Sebut saja, yang kita ingat adalah
Hang Tuah, Pahlawan Melayu Riau, Sultan Syarif Kasim II, ini pahlawan melayu
riau dari Siak Sri Indrapura (kini, bergelar Pahlawan Nasional. Menyusul Tuanku
Tambusai 2011 lalu), Tengku Sulung dari Reteh Indragiri Hilir, Raja Ali Haji
pahlawan 'Gurindam 12' melayu Riau dari Kepulauan Riau, Raja Haji Fisabilillah
dari Dabosingkep, Datuk Tabano dari Kampar dan masih banyak lagi. Hanya
saja mereka semua banyak dilupakan.
Namun, berikut ini www.cekau.com sudah mengumpulkan tokoh
melayu Riau ini dari berbagai sumber. Semoga rangkuman dapat dinikmati dan bermanfaat
bagi pembaca. Terimakasih.
HANG TUAH
Banyak cerita dari tokoh pahlawan Melayu Riau, Hang Tuah. Dalam Sulalatus Salatin berbeda, ada yang menyebutkan bahwa ia dahulunya adalah seorang nelayan miskin, sementara versi lain menyebutkan bahwa ia berasal dari keturunan bangsawan Makassar.
Hang Tuah memiliki teman sejawat dan seperjuangan, Hang Jebat, Hang Nadim, Hang Kasturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiu. Hang Tuah juga terkenal membunuh seorang jawara dari Jawa yang terkenal dengan sebutan Taming Sari, yang di bawah pemerintahan Kerajaan Majapahit. Konon Taming Sari dikenal pandai berkelahi, kebal senjata dan dapat menghilang.
Namun, ia dikalahkan Hang Tuah, sehingga dengan membunuh Taming Sari. Lalu kerisnya diambil Hang Tuah dan diberi nama Taming Sari. Menurut cerita keris itu dapat berkuasa kepada pemiliknya untuk menjadi hilang.
SYARIF KASIM II
Yang Dipertuan Besar Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin atau Sultan Syarif Kasim II (lahir di Siak Sri Indrapura, Riau, 1 Desember 1893 – meninggal di Rumbai, Pekanbaru, Riau, 23 April 1968 pada umur 74 tahun) adalah sultan ke-12 Kesultanan Siak. Ia dinobatkan sebagai sultan pada umur 21 tahun menggantikan ayahnya Sultan Syarif Hasyim.
Sultan Syarif Kasim II adalah seorang pendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tidak lama setelah proklamasi dia menyatakan Kesultanan Siak sebagai bagian wilayah Indonesia, dan dia menyumbang harta kekayaannya sejumlah 13 juta gulden untuk pemerintah republik. Bersama sultan Serdang dia juga berusaha membujuk raja-raja di Sumatera Timur lainnya untuk turut memihak republik.
TUANKU TAMBUSAI
Tuanku Tambusai lahir di Dalu-dalu, nagari Tambusai, Rokan Hulu, Riau. Dalu-dalu merupakan salah satu desa pedagang Minangkabau yang didirikan di tepi sungai Sosah, anak sungai Rokan. Tuanku Tambusai memiliki nama kecil Muhammad Saleh, yang setelah pulang haji, dipanggilkan orang Tuanku Haji Muhammad Saleh.
Untuk memperdalam ilmu agama, Tuanku Tambusai pergi belajar ke Bonjol dan Rao di Sumatera Barat. Disana beliau banyak belajar dengan ulama-ulama Islam yang berpaham Paderi, hingga dia mendapatkan gelar fakih. Ajaran Paderi begitu memikat dirinya, sehingga ajaran ini disebarkan pula di tanah kelahirannya.
Disini ajarannya dengan cepat diterima luas oleh masyarakat, sehingga ia banyak mendapatkan pengikut. Semangatnya untuk menyebarkan dan melakukan pemurnian Islam, mengantarkannya untuk berperang mengislamkan masyarakat di tanah Batak yang masih banyak menganut pelbegu.
TENGKU SULUNG
Tengku Sulung adalah seorang pejuang kemerdekaan yang memfokuskan perlawanannya terhadap kolonial Belanda di daerah Reteh/Sungai Batang. Tengku Sulung sendiri diperkirakan lahir di Lingga, Kepulauan Riau.
Sejak Kecil, Sulung dididik dengan ajaran Islam yang ketat. Pemahamannya tentang Agama Islam membuatnya tidak suka dengan Belanda. Bahkan Dia tidak mau bekerjasama dengan Belanda dalam bentuk apapun.
Tengku Sulung memperoleh kedudukan sebagai Panglima Besar Reteh setelah Sultan Muhammad, Sultan Lingga yang berkuasa di Reteh. Waktu itu Sulung tidak mau tunduk pada Sultan Sulaiman yang diangkat oleh Belanda untuk kawasan yang sama, menggantikan Sultan Mahammad. Semula Tengku berkedudukan di Kotabaru Hulu Pulau Kijang sekitar 16 mil dari Pulau Kijang.
Di Desa ini Tengku Sulung membangun Benteng yang kelak ditandai dengan adanya Desa Benteng, Sungai Batang, Indragiri Hilir di Hulu Sungai Batang. Dibenteng itulah pertahanan Tengku Sulung dan pasukannya dalam melawan Belanda. Perjuangan Tengku Sulung dan Pasukannya terhenti setelah Belanda membawa Haji Muhammad Thaha, juru tulis Tengku Sulung yang sebelumnya tertangkap oleh Belanda di Kotabaru.
Tengku Sulung pun di ultimatum oleh Residen Belanda supaya menyerah kepada Komandan Ekspedisi. Akibatnya penyerangan pada 7 November 1858, banyak menewaskan rakyat Reteh dan Tengku Sulung sendiri juga ikut tertembak di bagian leher oleh pasukan Belanda.
RAJA HAJI FISABILILLAH
Raja Haji Fisabilillah dilahirkan di Kota Lama, Ulusungai, Riau pada tahun 1725. Beliau wafat di Ketapang, 18 Juni 1784. Raja Haji Fisabilillah adalah salah satu tokoh pahlawan Indonesia yang dimakamkan di Pulau Penyengat, Indera Sakti, Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau.
Namanya juga diabadikan dalam nama bandar udara di Tanjung Pinang, Bandar Udara Internasional Raja Haji Fisabilillah. Raja Haji Fisabililah atau dikenal juga sebagai Raja Haji marhum Teluk Ketapang adalah (Raja) Yang Dipertuan Muda Riau-Lingga-Johor-Pahang IV.
Ia terkenal dalam melawan pemerintahan Belanda dan berhasil membangun pulau Biram Dewa di sungai Riau Lama. Karena keberaniannya, Raja Haji Fisabililah juga dijuluki (dipanggil) sebagai Pangeran Sutawijaya (Panembahan Senopati) di Jambi.
RAJA ALI HAJI
Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad atau cukup dengan nama pena-nya Raja Ali Haji (lahir di Selangor, ca. 1808 - meninggal di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau, ca. 1873, masih diperdebatkan) adalah ulama, sejarawan, dan pujangga abad 19 keturunan Bugis dan Melayu.
Dia terkenal sebagai pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa Melayu lewat buku Pedoman Bahasa; buku yang menjadi standar bahasa Melayu. Bahasa Melayu standar itulah yang dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia.
Ia merupakan keturunan kedua (cucu) dari Raja Haji Fisabilillah, Yang Dipertuan Muda IV dari Kesultanan Lingga-Riau dan juga merupakan bangsawan Bugis. Mahakaryanya, Gurindam Dua Belas (1847), menjadi pembaru arus sastra pada zamannya. Bukunya berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama, merupakan kamus ekabahasa pertama di Nusantara.
Ia juga menulis Syair Siti Shianah, Syair Suluh Pegawai, Syair Hukum Nikah, dan Syair Sultan Abdul Muluk. Raja Ali Haji juga patut diangkat jasanya dalam penulisan sejarah Melayu.
Buku berjudul Tuhfat al-Nafis ("Bingkisan Berharga" tentang sejarah Melayu), walaupun dari segi penulisan sejarah sangat lemah karena tidak mencantumkan sumber dan tahunnya, dapat dibilang menggambarkan peristiwa-peristiwa secara lengkap.
Meskipun sebagian pihak berpendapat Tuhfat dikarang terlebih dahulu oleh ayahnya yang juga sastrawan, Raja Ahmad. Raji Ali Haji hanya meneruskan apa yang telah dimulai ayahnya. Dalam bidang ketatanegaraan dan hukum, Raja Ali Haji pun menulis Mukaddimah fi Intizam (hukum dan politik). Ia juga aktif sebagai penasihat kerajaan. Kini, ia ditetapkan Pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan nasional pada 5 November 2004 lalu.
DATUK TABANO
Dikenal dengan sebutan Gandulo menjadi Dubalang dari Datuk Tuo dan diberi gelar Datuk Tabano. Gelar ini disematkan oleh Ninik Mamak suku Melayu Datuk Tua dengan kesepakatan kaum persukuan, di Kabupaten Kampar.
Datuk Tabano dikenal memegang kekuasaan ketika negeri sedang carut marut. Dengan memiliki ilmu kebal diri, Datuk Tabano mampu mempertahankan Limo Koto dari serbuan Belanda yang datang dari hulu. Sementara pusat pertahanan terletak ditepi sungai Kampar di wilayah batu dinding rantau berangin. Sedangkan pelocuan tonggak di daerah pulau Ompek Kuok.
Istrinya bernama Halimah Siyam dikarunia dua anak masing masing bernama Abdullah dan Habibah kesetian Halimah.
Pertengahan tahun 1895, terjadi perang antara pasukan Belanda dengan pasukan rakyat Limo Koto. Saat pasukan Belanda memasuki kandang perairan, perahu kompeni tenggelam setelah dihajar pasukan Tabano.*
HANG TUAH
Banyak cerita dari tokoh pahlawan Melayu Riau, Hang Tuah. Dalam Sulalatus Salatin berbeda, ada yang menyebutkan bahwa ia dahulunya adalah seorang nelayan miskin, sementara versi lain menyebutkan bahwa ia berasal dari keturunan bangsawan Makassar.
Hang Tuah memiliki teman sejawat dan seperjuangan, Hang Jebat, Hang Nadim, Hang Kasturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiu. Hang Tuah juga terkenal membunuh seorang jawara dari Jawa yang terkenal dengan sebutan Taming Sari, yang di bawah pemerintahan Kerajaan Majapahit. Konon Taming Sari dikenal pandai berkelahi, kebal senjata dan dapat menghilang.
Namun, ia dikalahkan Hang Tuah, sehingga dengan membunuh Taming Sari. Lalu kerisnya diambil Hang Tuah dan diberi nama Taming Sari. Menurut cerita keris itu dapat berkuasa kepada pemiliknya untuk menjadi hilang.
SYARIF KASIM II
Yang Dipertuan Besar Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin atau Sultan Syarif Kasim II (lahir di Siak Sri Indrapura, Riau, 1 Desember 1893 – meninggal di Rumbai, Pekanbaru, Riau, 23 April 1968 pada umur 74 tahun) adalah sultan ke-12 Kesultanan Siak. Ia dinobatkan sebagai sultan pada umur 21 tahun menggantikan ayahnya Sultan Syarif Hasyim.
Sultan Syarif Kasim II adalah seorang pendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tidak lama setelah proklamasi dia menyatakan Kesultanan Siak sebagai bagian wilayah Indonesia, dan dia menyumbang harta kekayaannya sejumlah 13 juta gulden untuk pemerintah republik. Bersama sultan Serdang dia juga berusaha membujuk raja-raja di Sumatera Timur lainnya untuk turut memihak republik.
TUANKU TAMBUSAI
Tuanku Tambusai lahir di Dalu-dalu, nagari Tambusai, Rokan Hulu, Riau. Dalu-dalu merupakan salah satu desa pedagang Minangkabau yang didirikan di tepi sungai Sosah, anak sungai Rokan. Tuanku Tambusai memiliki nama kecil Muhammad Saleh, yang setelah pulang haji, dipanggilkan orang Tuanku Haji Muhammad Saleh.
Untuk memperdalam ilmu agama, Tuanku Tambusai pergi belajar ke Bonjol dan Rao di Sumatera Barat. Disana beliau banyak belajar dengan ulama-ulama Islam yang berpaham Paderi, hingga dia mendapatkan gelar fakih. Ajaran Paderi begitu memikat dirinya, sehingga ajaran ini disebarkan pula di tanah kelahirannya.
Disini ajarannya dengan cepat diterima luas oleh masyarakat, sehingga ia banyak mendapatkan pengikut. Semangatnya untuk menyebarkan dan melakukan pemurnian Islam, mengantarkannya untuk berperang mengislamkan masyarakat di tanah Batak yang masih banyak menganut pelbegu.
TENGKU SULUNG
Tengku Sulung adalah seorang pejuang kemerdekaan yang memfokuskan perlawanannya terhadap kolonial Belanda di daerah Reteh/Sungai Batang. Tengku Sulung sendiri diperkirakan lahir di Lingga, Kepulauan Riau.
Sejak Kecil, Sulung dididik dengan ajaran Islam yang ketat. Pemahamannya tentang Agama Islam membuatnya tidak suka dengan Belanda. Bahkan Dia tidak mau bekerjasama dengan Belanda dalam bentuk apapun.
Tengku Sulung memperoleh kedudukan sebagai Panglima Besar Reteh setelah Sultan Muhammad, Sultan Lingga yang berkuasa di Reteh. Waktu itu Sulung tidak mau tunduk pada Sultan Sulaiman yang diangkat oleh Belanda untuk kawasan yang sama, menggantikan Sultan Mahammad. Semula Tengku berkedudukan di Kotabaru Hulu Pulau Kijang sekitar 16 mil dari Pulau Kijang.
Di Desa ini Tengku Sulung membangun Benteng yang kelak ditandai dengan adanya Desa Benteng, Sungai Batang, Indragiri Hilir di Hulu Sungai Batang. Dibenteng itulah pertahanan Tengku Sulung dan pasukannya dalam melawan Belanda. Perjuangan Tengku Sulung dan Pasukannya terhenti setelah Belanda membawa Haji Muhammad Thaha, juru tulis Tengku Sulung yang sebelumnya tertangkap oleh Belanda di Kotabaru.
Tengku Sulung pun di ultimatum oleh Residen Belanda supaya menyerah kepada Komandan Ekspedisi. Akibatnya penyerangan pada 7 November 1858, banyak menewaskan rakyat Reteh dan Tengku Sulung sendiri juga ikut tertembak di bagian leher oleh pasukan Belanda.
RAJA HAJI FISABILILLAH
Raja Haji Fisabilillah dilahirkan di Kota Lama, Ulusungai, Riau pada tahun 1725. Beliau wafat di Ketapang, 18 Juni 1784. Raja Haji Fisabilillah adalah salah satu tokoh pahlawan Indonesia yang dimakamkan di Pulau Penyengat, Indera Sakti, Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau.
Namanya juga diabadikan dalam nama bandar udara di Tanjung Pinang, Bandar Udara Internasional Raja Haji Fisabilillah. Raja Haji Fisabililah atau dikenal juga sebagai Raja Haji marhum Teluk Ketapang adalah (Raja) Yang Dipertuan Muda Riau-Lingga-Johor-Pahang IV.
Ia terkenal dalam melawan pemerintahan Belanda dan berhasil membangun pulau Biram Dewa di sungai Riau Lama. Karena keberaniannya, Raja Haji Fisabililah juga dijuluki (dipanggil) sebagai Pangeran Sutawijaya (Panembahan Senopati) di Jambi.
RAJA ALI HAJI
Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad atau cukup dengan nama pena-nya Raja Ali Haji (lahir di Selangor, ca. 1808 - meninggal di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau, ca. 1873, masih diperdebatkan) adalah ulama, sejarawan, dan pujangga abad 19 keturunan Bugis dan Melayu.
Dia terkenal sebagai pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa Melayu lewat buku Pedoman Bahasa; buku yang menjadi standar bahasa Melayu. Bahasa Melayu standar itulah yang dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia.
Ia merupakan keturunan kedua (cucu) dari Raja Haji Fisabilillah, Yang Dipertuan Muda IV dari Kesultanan Lingga-Riau dan juga merupakan bangsawan Bugis. Mahakaryanya, Gurindam Dua Belas (1847), menjadi pembaru arus sastra pada zamannya. Bukunya berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama, merupakan kamus ekabahasa pertama di Nusantara.
Ia juga menulis Syair Siti Shianah, Syair Suluh Pegawai, Syair Hukum Nikah, dan Syair Sultan Abdul Muluk. Raja Ali Haji juga patut diangkat jasanya dalam penulisan sejarah Melayu.
Buku berjudul Tuhfat al-Nafis ("Bingkisan Berharga" tentang sejarah Melayu), walaupun dari segi penulisan sejarah sangat lemah karena tidak mencantumkan sumber dan tahunnya, dapat dibilang menggambarkan peristiwa-peristiwa secara lengkap.
Meskipun sebagian pihak berpendapat Tuhfat dikarang terlebih dahulu oleh ayahnya yang juga sastrawan, Raja Ahmad. Raji Ali Haji hanya meneruskan apa yang telah dimulai ayahnya. Dalam bidang ketatanegaraan dan hukum, Raja Ali Haji pun menulis Mukaddimah fi Intizam (hukum dan politik). Ia juga aktif sebagai penasihat kerajaan. Kini, ia ditetapkan Pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan nasional pada 5 November 2004 lalu.
DATUK TABANO
Dikenal dengan sebutan Gandulo menjadi Dubalang dari Datuk Tuo dan diberi gelar Datuk Tabano. Gelar ini disematkan oleh Ninik Mamak suku Melayu Datuk Tua dengan kesepakatan kaum persukuan, di Kabupaten Kampar.
Datuk Tabano dikenal memegang kekuasaan ketika negeri sedang carut marut. Dengan memiliki ilmu kebal diri, Datuk Tabano mampu mempertahankan Limo Koto dari serbuan Belanda yang datang dari hulu. Sementara pusat pertahanan terletak ditepi sungai Kampar di wilayah batu dinding rantau berangin. Sedangkan pelocuan tonggak di daerah pulau Ompek Kuok.
Istrinya bernama Halimah Siyam dikarunia dua anak masing masing bernama Abdullah dan Habibah kesetian Halimah.
Pertengahan tahun 1895, terjadi perang antara pasukan Belanda dengan pasukan rakyat Limo Koto. Saat pasukan Belanda memasuki kandang perairan, perahu kompeni tenggelam setelah dihajar pasukan Tabano.*
Simak Tulisan Terkait :
- LAM Riau akan Gelar Sidang MKA, Urung-rembuk Para Datuk
- Lagu Bangkit Budak Melayu Go Internasional, Wow?
- LAM Riau Marah, 4 Pemuda Pasang Poster Hujat Rusli
- Kasus Gubernur Riau, LE Prihatin
- Gubernur Riau: Mohon Doa Masyarakat Riau
- Penulis Cilik Riau "Pengemis Chattingan" yang Memberi Motivasi
- Mambang Mit Calon Gubernur Riau 2013, Terpukul Air di Dulang
- Bono Surf Themes Song Karya Anak Negeri
- Putri Kaca Mayang dan Kisah Kerajaan Ghasib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar